Powered By Blogger

forum lsd

selamat datang di blog kami,enjoy
selamat bergabung dengan kami di info pertanian dan pendidikan

Jumat, 17 Juni 2011

KU INGIN MELEPASNYA DEMI RIDHO MU YA ALLAH

Aku tahu keputusaan yang akan aku ambil ini akan menyakitkan untuknya, sudah satu tahun kami berdua menjalani kisah cinta, satu tahun umur yang nggak muda untuk usia pacaran. Jujur sesungguhnya sangat berat untuk kehilangan sosok yang menjadi semangat dalam hidup, dia hadir saat aku mulai rapuh dalam menjalani hidup. Ya hidup yang ingin aku tinggalkan secepatnya saat itu, tetapi tiba-tiba dia datang membawa sejuta cerita cinta untuk ku. Tapi cinta itu nggak mudah untuk sampai begitu saja ke tanganku, berbagai halangan datang menghampiri, saat jiwa ku hampir dekat dengan jiwannya suatu kejadian yang nggak pernah aku sangka datang di siang itu.

“Sa... Sa...Sa.....” dengan tergopoh-gopoh Nadya datang menhampiriku, aku yang lagi asyik memandangi wajah bening Fiyan, cowok yang membuat aku kagum dari awal aku masuk ke SMP. Tiga tahun aku memendam perasaan yang nggak pernah bisa hilang dari hati ini. Seketika padangan ku berubah mengarah ke Nadya.

“ada apa Nad? Kaya di kejar-kejar hantu gitu?” canda ku pada Nadya.

“kamu...kamu dicari sama ibu kamu,”

seketika wajahku berubah menjadi pucat, seumur-umur nggak pernah ibu datang kesekolah untuk mencari aku, ada perihal apa yang membuat ibu sampai datang kesekolahan mencari ku.

“serius Nad ibu ku kesini?” tannya ku setengah nggak percaya.

“cepatlah kamu keruang kepala sekolah, ditunggu ibu kamu disana” jelas Nadya.

Dengan langkah cepat aku menuju keruang kepala sekolah, aku ingin segere mengakhiri kegelisahan ku yang masih bertanya-tanya ada apa ini. Badanku semakin bergetar kencang ketika melihat mata ibu bengap gara-gara air mata yang bercucuran deras membasahi pipi.

“ada apa ini ibu, ibu kenapa menagis?” aku segera menhampiri ibu dan memeluk ibu erat-erat.

“ayo kita pulang Saila” ujar ibu tiba-tiba.

“iya ibu, tapi katakan ada apa sebenarnya ini bu?”

bukannya ibu segera menjawab pertanyaanku tapi ibu segera meminta izin pak kepsek untuk mengajakku pulang. Di depan gerbang sekolah ada paman iswan yang mengantar ibu kesini tadi, hatiku semakin resah saat melihat wajah paman yang begitu merahnya, merah akibat gesekan sapu tangan yang diusapkan kemuka paman.

“ada apa paman, tolong katakan pada Saila?” saat aku mendekati paman, ibu melempar tatapan ke paman, seakan didalam mata ibu memberi isyarat kepada paman agar tak menceritakan apapun pada diriku.

“tak ada apa-apa Sa, ayo kita pulang”

paman pun segera menyuruh aku dan ibu masuk ke mobil, paman melaju dengan kencangnya, sekencang air mata ibu yang tak berhenti sedari tadi. Aku hanya diam, aku tidak menanyakan hal apa yang sedang terjadi saat ini. Karna aku sudah tau jawabannya, pasti hanya diam. Nggak lama kemudian mobil paman masuk ke sebuah tempat parkir yang ada dirumah sakit.

“siapa yang sakit bu, jawab pertannyaan Saila bu, ku mohon......” meski aku bersujud didepan ibu sekalipun tetap saja ibu tak menjawab. Aku pun segera turun mengikuti langkah ibu. Langkah yang terlihat sangat berat. Sangat jauh aku ikuti kemana ibu jalan, akhirnya ibu berhenti di ruang melati, kamar rawat yang tergolong kelas paling rendah dari kamar rawat yang ada dirumah sakit ini. Tak kurang dari delapan pasien yang berbaring dikamar ini, dan yang membuat aku lemas salah satunya adalah ayahku. Ayahku tak sadarkan diri diatas tempat tidur, banyak bekas jahitan disekujur tubuh ayah.

“ayah... ayah kenapa, ibu ayah kenapa” isak tangisku semakin menjadi saat ibu menceritakan kejadian yang menimpa ayahku tadi. Ayah ku bertabrakan dengan bus ketika ayah ku melaju kencang mengejar waktu agar tak telat masuk kerja, karna ayahku adalah salah satu karyawan yang paling teladan di tempat kerjannya.

“dokter... dokter....” jerit ibu gugup memanggil dokter.

“ayah, ayah kenapa” aku tak kuat melihat ayah yang kesakitan, tangannya memegangi kepalanya, yang tadi terkena benturan hebat. Melihat keadaan ayahku, dengan segera dokter beserta perawat-perawat memindahkan ayah keruang ICU, ruang yang lebih khusus untuk menagani ayah. Berkali-kali ibu mengucapkan kalimat suci untk ayah, tetapi aku hanya menitihkan air mata tanpa mengeluarkan kata apa pun untuk ayah. Dokter keluar dengan muka muram, dan kemudian menyampaikan berita yang sangat buruk dalam hidup kami. Ayah nggak bisa ditolong lagi, sungguh aku nggak bisa untuk menerima kenyataan yang membuat aku tak ada gairah lagi untuk hidup. Ketika aku ingin masuk keruang ICU, aku pingsan didepan ibu.

***

perlahan-lahan aku membuka mata ini, rasanya berat banget untuk aku buka, tetapi aku paksa membukannya, karna aku ingin segera tahu dimana aku sekarang. Tembok bercat pink polos, nampaknya aku sudah nggak ada dirumah sakit lagi, tetapi aku sudah berada didalam kamarku.

“sabar ya Sa,” ujar seseorang ketika mata ini sudah terbuka dengan jelas, suara itu nggak asing banget untuk aku dengarkan, suara yang selalu membuat hati ini damai.

“Fiyan...” suaraku pelan. Dengan lembut Fiyan memeluk tubuhku yang tak berdaya lagi untuk berdiri tegap.

“Fiyan, aku nggak kuat, aku benar-benar nggak rela jika harus kehilangan ayahku.” rintihku yang aku jatuhkan ke pundak Fiyan, pelukannya begitu hangat memberi kenyamanan untuk sesaat karna aku ingin segera melihat jasad ayahku sebelum dikafani, dan ditidurkan dibawah tanah yang dalam untuk selama-lamannya.

“ya Allah, kenapa aku yang dapat ujian seberat ini, bisakah aku hidup tanpa ayah” berkali-kali itu keluhku dalam hati. Aku nggak kuasa untuk melihat wajah ayah untuk terakhir kalinnya. Tapi aku harus memaksakan diri ini, karna ini kesempatan terakhirkalinya untuk memandang ayah, walu ayah tak dapat lagi berbicara untuk selau memberiku nasehat jangan pernah susahkan ibu. Pesan itulah yang beliau katakan untuk ku, sehari sebelum ayah meninggal juga itu pesan yang ditinggalkannya untuk ku.

Hidupku sangat pilu, setelah kepergian ayah. Kini tinggal ibu, maz Yan yang sudah berkeluarga dan sudah punya anak, mbk Laras yang sebentar lagi juga akan kejenjang pernikahan, dan aku. Yang membuat aku tambah pilu, setelah UN kelas tiga nanti aku harus pindah rumah dari desa tercinta ini, aku dan ibu pindah kerumah mas Yan yang bertempat tinggal di Bandung. Otomatis rencanaku untuk meneruskan sekolah ke SMA di sini akan sirna, aku tak bisa lagi satu sekolah dengan Fiyan, apa lagi satu sekolah bertemupun aku nggak tahu kapan lagi kita akan berjumpa. Aku sangat sedih.

“oh Tuhan, aku akan kehilangan dua orang yang aku sayang”

tetapi walaupun itu terjadi tak menghalangi cinta kita untuk berjalan, karna cinta ku dengan Fiyan baru resmi menyatu setelah selesai Ujian ini.

Bayang-bayang Fiyan selalu menghantui fikiranku, ingin rasannya aku bertemu Fiyan, tetapi nggak mungkin akan terjadi, karna jarak Bandung ke Boyolali sangat jauh. Aku hanya bisa memandangi foto Fiyan, satu-satunya foto yang aku miliki darinnya. Nggak ada rasa semangat yang hebat yang aku miliki untuk menuntut ilmu di sebuah sekolah SMA negri di Bandung, aku ingin SMA yang ada di Boyolali, bersama-sama dengan Fiyan disana. Berhari-hari aku jalani kisah cinta ini lewat sms, sering kali aku iri ketika melihat teman-temanku yang menjalani cerita cinta disini. Setiap hari bertemu, jalan-jalan berdua, tetapi aku menjalani cerita ini dengan longdisten. Pernah ada fikiran untuk mencari pengganti disini untuk mengusir kesepianku, tetapi nggak mungkin, hal itu nggak boleh terjadi, aku harus setia dengan cintaku.

***

tak terasa sudah empat bulan aku hidup di Bandung, aku bahagia banget karana sore itu aku disuruh ibu mengemasi semua barang-barang ku. Besok pagi aku dan ibu kembali ke Boyolali. Iya ibu nggak kerasan dikota ini, aku sangat senag, karna aku sudah sangat rindu akan kota kelahiranku, ya apalagi dengan Fiyan pujaan ku. Berubah nggak ya wajahnya yang sekarang.

Sesudah solat subuh aku dan ibu berangkat kebandara, diantar oleh mas Yan dan istrinya sampai disitu. Aku nggak memberi tahu Fiyan kalu aku akan kembali ke Boyolali, aku ingin memberinya suprizee. Nggak terasa perjalanan ini berlalu, akhirnya aku sampai di desa kelahiranku.

Tapi kabar yang benar-benar membuat aku muak, aku di kasih banyak cerita dari temanku yang bersekolah satu sekolah dengan Fiyan. Aku nggak nyangka kalu Fiyan punya cewek selain aku, aku nggak tahu pasti dia udah jadian belum dengan cewek itu, tetapi kedekatan mereka seketika membuat perasaan sayang ku untuk Fiyan berubah menjadi Benci. Aku ingin segera memutuskannya dan melupakan dia untuk selama-lamannya.

“Sa,, kamu salah faham, jujur memang aku pernah mencintai dia, tetapi nggak ada niat sedikitpun untuk memilikinnya dan menduakan kamu” jelas Fiyan sore itu yang datang langsung kerumahku, ditemani Nadya teman lama ku.

“nggak perlu penjelasan apa-apa lagi Fiyan, cepat kamu pergi dan jangan pernah lagi datang kesini.” ujarku ketus, karna aku udah benar-benar muak melihat wajahnya yang sok merasa bersalah dan menyesal. Pake acara nagis segala lagi, dasar cowok cengeng. Tapi tak henti-hentinya dia minta maaf. Jika aku membayangkan perjuangan cintaku dari awal hingga saat ini, aku nggak mau kehilangan dia.

“iya Sa, kamu harus berfikir secara positif, nggak salah jika kamu memberi kesempatan untuk Fiyan.” ujar Nadya yang coba menasehatiku. Hatiku sedikit luluh jika aku membayangkan rasa sayangku untuk Fiyan. Aku hanya diam menundukkan kepala, sembari berfikir keputusan apa yang akan aku ambil.

“baiklah,”

pandangan cerah Fiyan menujuku, senyum manisnya yang sedari tadi nggak terlihat akhirnya muncul setelah aku mengucapkan satu kata tadi.

“jadi kamu, memberi aku....”

“iya “ singkatku memotong perkataanya, serta senyum kecil yang aku berikan. Karna masih tersisa rasa kecewa ku yang sangat besar untuknya.

Begitu besar berbagai pengorbanan yang terjadi dalam kisah cinta ku dengan Fiyan. Nggak cuma itu tetapi berbagai ujian lain kita hadapi sampai satu tahun.

Tepat dihari jadian ku denagn Fiyan, satu tahun yang lalu Fiyan menyatakan cintanya padaku. Beribu kenagan kami kenang di taman malam itu, malam satu tahun hubungan kami. Setelah selesai kita bercanda tawa berdua, aku merubah suasana ceria itu menjadi sedih. Aku mengatakan bahwa kita nggak bisa bersama lagi, sesungguhnya berat banget kehilangan cowok yang sempurna seperti kamu, baik, manis, perhatian tapi aku harus melakukan ini, aku ingin menuju ke jalan Allah yang lebih baik, tanpa berpacaran. Awalnya Fiyan nggak bisa menerima kenyataan ini, tetapi akhirnya dia bisa ngerti'in aku. Dan dimalam satu tahun kita jadian ini, aku dan Fiyan resmi menjadi sahabat.

Nb:

Cerita ini hanya fikti belaka,

hanya imajinasi yang aku miliki.

By:

Fitrie Cute,

Rabu, 18 mei 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar